ISTILAH KESEHATAN MENTAL kini menjadi idiom yang kian populer di tengah masyarakat modern. Berbagai masalah hidup dan kesulitan ekonomi telah mendorong munculnya isu kewarasan yang mesti ditangani. Krisis ekonomi global kian memperparah kondisi di berbagai wilayah, tak terkecuali Indonesia.
Harga-harga barang dan jasa naik, apalagi pascalebaran Idulfitri. Harga BBM memang belum ada kenaikan, tapi biaya hidup otomatis mengalami peningkatan, terutama harga sembako di pasar dan makanan siap santap di gerai makanan.
Hidup bagai bianglala, naik turun bergantian. Percaya saja sama Tuhan. |
Salah satu filosofi orang Jawa dalam mempertahankan kesehatan mental adalah nrimo ing pandum yang secara harfiah bermakna menerima pemberian Tuhan. Nilai ini bukan mengajarkan seseorang untuk cenderung pasif dan bahkan fatalis, tetapi mengolah keterampilan untuk mendapatkan karunia Tuhan tanpa khawatir dengan hasilnya.
Tak ada kecemasan atau ketakutan bahwa hasil akan mengkhianati usaha. Tugas manusia hanya berikhtiar dan menerima ketetapan Tuhan. Mereka sepenuhnya yakin bahwa hal terbaiklah yang diberikan Tuhan selama kita sudah mengerahkan upaya optimal. Intinya, selalu berbaik sangka kepada Tuhan.
Ajaran kedua adalah urip kudu urup, yang bermakna hidup haruslah berpijar. Artinya, hidup harus dijalani dengan penuh semangat berkobar, termasuk membantu orang lain yang membutuhkan. Apalagi di tengah momen berat seperti saat ini. Urip kudu urup mengajarkan kepedulian dan kolaborasi.
Dengan cara itu, orang Jawa saling terkoneksi dalam hubungan yang sehat untuk mengerjakan hal-hal produktif sehingga pikiran terus hidup dalam kewarasan. Optimisme dalam nrimo ing pandum dan kasih sayang dalam urip kudu urup menjadi energi positif yang menggerakkan masyarakat.